Peduliwni.com – Nepal, terutama daerah Kathmandu, dikenal sebagai pusat kebudayaan yang kaya dan beragam. Budaya Nepal daerah Kathmandu menawarkan perpaduan tradisi Hindu dan Buddha yang kuat, mencerminkan kekayaan spiritual dan warisan sejarahnya.
Namun, tidak semua aspek budaya ini selalu diterima dengan baik, baik oleh penduduk lokal maupun masyarakat internasional. Beberapa tradisi dan ritual budaya di daerah Kathmandu bahkan dianggap melanggar aturan atau menimbulkan kontroversi. Salah satu contohnya adalah tradisi Kumari, yang telah menjadi simbol kontroversi di tengah masyarakat Nepal.
Pensaran seperti apa dan bagaimana tradisi Kumari? Jika iya, langsung saja pada penjelasannya di bawah ini.
Kontroversi di Balik Tradisi Kumari
Budaya Nepal daerah Kathmandu tidak bisa dilepaskan dari tradisi Kumari, yang melibatkan pemujaan seorang anak perempuan sebagai dewi hidup. Kumari dipilih dari kelompok etnis Newar, dan sejak kecil dia akan tinggal di sebuah kuil khusus di Kathmandu.
Tradisi ini telah menjadi bagian penting dari kehidupan sosial dan keagamaan di Kathmandu selama berabad-abad. Namun, ada beberapa isu yang membuat tradisi ini menuai kritik.
Pemilihan Kumari: Sebuah Tinjauan Kritis
Pemilihan Kumari bukanlah proses yang sederhana. Anak perempuan yang di pilih harus memenuhi serangkaian kriteria fisik dan spiritual yang sangat ketat, yang meliputi memiliki “32 tanda-tanda kesempurnaan” seperti kulit yang halus, suara yang lembut, dan ketenangan hati.
Setelah terpilih, Kumari akan dipisahkan dari keluarganya dan di tempatkan di kuil dengan pengawasan ketat. Dia akan menjalani kehidupan yang sangat terbatas, hanya di perbolehkan keluar dari kuil pada acara-acara ritual tertentu.
Kritikus berpendapat bahwa proses ini melanggar hak-hak anak, terutama dalam hal kebebasan dan hak untuk menikmati masa kanak-kanak secara normal. Anak yang di pilih sebagai Kumari seringkali kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengan teman sebaya, bermain, dan belajar secara bebas.
Selain itu, setelah masa jabatannya berakhir, eks-Kumari sering kali kesulitan untuk kembali ke kehidupan normal, yang menimbulkan masalah psikologis dan sosial.
Baca juga: 10 Festival Budaya Italia yang Menawan dan Menarik untuk Kamu Ketahui
Ritual dan Hak Asasi Manusia
Selain proses pemilihannya, kehidupan sehari-hari seorang Kumari juga menuai kontroversi. Tradisi ini mengharuskan Kumari untuk mematuhi aturan-aturan ketat, seperti tidak boleh menunjukkan ekspresi emosi di depan umum dan tidak boleh berjalan di tanah tanpa alas kaki. Selama masa jabatannya, Kumari akan di sembah sebagai dewi, dan masyarakat percaya bahwa dia membawa berkah serta perlindungan bagi komunitas mereka.
Namun, dari perspektif hak asasi manusia, tradisi ini dianggap melanggar hak-hak dasar anak. Menurut para aktivis, mengangkat seorang anak sebagai objek pemujaan religius dapat berisiko mengabaikan kesejahteraan dan perkembangan psikologisnya. Meskipun ada upaya untuk mereformasi tradisi ini, seperti memberikan pendidikan formal kepada Kumari, kritik terhadap praktik ini tetap ada, terutama dari kalangan internasional.
Dampak Sosial dan Psikologis
Masa jabatan sebagai Kumari biasanya berakhir ketika anak tersebut mengalami menstruasi pertama. Setelah itu, dia akan kembali ke kehidupan biasa, tetapi dampak dari status sebelumnya sering kali masih terasa.
Banyak eks-Kumari yang melaporkan kesulitan dalam beradaptasi dengan kehidupan sosial setelah pensiun. Mereka juga mengalami stigma sosial dan tantangan dalam pernikahan, karena adanya kepercayaan bahwa menikahi mantan Kumari akan membawa nasib buruk.
Budaya Nepal daerah Kathmandu, melalui tradisi Kumari, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh adat istiadat dalam kehidupan masyarakat. Namun, ketika tradisi ini menimbulkan dampak negatif pada individu, terutama anak-anak, maka perlu ada tinjauan ulang terhadap praktik tersebut. Reformasi sosial yang mengedepankan kesejahteraan anak tanpa mengorbankan tradisi budaya adalah solusi yang mungkin dapat di ambil.
Tradisi Lain yang Dianggap Kontroversial
Selain Kumari, ada beberapa aspek lain dari budaya Nepal daerah Kathmandu yang juga dianggap kontroversial. Beberapa di antaranya melibatkan ritual-ritual yang berhubungan dengan kepercayaan animisme dan penyembahan hewan. Di bawah ini adalah beberapa contoh yang menimbulkan perdebatan.
1. Gadhimai Festival: Ritual Pengorbanan Hewan
Festival Gadhimai adalah salah satu ritual yang paling kontroversial di Nepal, terutama di daerah Kathmandu. Festival ini di adakan setiap lima tahun sekali di distrik Bara, dekat dengan Kathmandu.
Selama festival, ribuan hewan seperti kerbau, kambing, dan burung di persembahkan sebagai korban untuk menghormati dewi Gadhimai. Ritual ini di yakini dapat membawa keberuntungan dan kemakmuran bagi masyarakat.
Namun, festival ini telah menarik perhatian dunia karena kekejaman terhadap hewan yang terlibat. Organisasi hak asasi hewan internasional telah mengecam festival ini sebagai tindakan barbar yang tidak manusiawi.
Tekanan internasional telah menyebabkan beberapa perubahan dalam pelaksanaan festival ini, termasuk pengurangan jumlah hewan yang di korbankan. Meskipun demikian, ritual ini masih menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya Nepal daerah Kathmandu.
2. Ritual Jat-Jatin: Menantang Norma Sosial
Ritual Jat-Jatin adalah tradisi lain yang unik di budaya Nepal daerah Kathmandu, yang juga menuai kontroversi. Jat-Jatin adalah sebuah tarian ritual yang biasanya di lakukan oleh pasangan yang sudah menikah sebagai simbol kesuburan dan kemakmuran. Namun, tarian ini sering kali melibatkan tindakan yang di anggap melanggar norma sosial, seperti sentuhan fisik yang berlebihan di depan umum.
Di satu sisi, ritual ini di anggap sebagai ekspresi kebebasan dan keseimbangan gender dalam masyarakat tradisional Nepal. Namun, di sisi lain, beberapa pihak melihatnya sebagai pelanggaran terhadap moralitas dan norma-norma sosial yang berlaku. Tarian ini sering kali memicu perdebatan di kalangan masyarakat tentang batas antara tradisi dan modernitas.
Baca juga: Wow, Ini nih Tradisi Unik yang Membuat Kebudayaan Inggris Begitu Menarik
Budaya Nepal daerah Kathmandu memang kaya akan tradisi dan ritual yang unik. Namun, di balik keindahan budaya tersebut, terdapat beberapa praktik yang menuai kontroversi dan di anggap melanggar aturan. Tradisi Kumari, festival Gadhimai, dan ritual Jat-Jatin adalah beberapa contoh tradisi yang masih di perdebatkan hingga kini.
Meskipun demikian, budaya Nepal daerah Kathmandu tetap menjadi cermin dari keanekaragaman dan kekayaan warisan budaya yang patut di hormati, dengan tetap -mempertimbangkan hak asasi manusia dan kesejahteraan individu. Semoga bermanfaat!